Namun bagi pemain yang cukup tenar dengan nama George Weah saja ini, seabrek julukan tak ada artinya tanpa perolehan gelar. Dan dari sekian klub yang dibelanya, Milan adalah klub terlama dibelanya –selain Monaco- yang membuat namanya berkibar-kibar. Maklum, kala itu nama Milan begitu disegani kancah Eropa.
Direkrut dari klub Perancis, Paris Saint-Germain, Weah datang bermodalkan sebuah gelar juara Liga Perancis, 2 Piala Perancis, Pemain Terbaik Eropa dan Pemain Terbaik Dunia FIFA pada tahun yang sama. Prestasi yang membuat I Rossoneri berharap banyak padanya.
Harapan yang sama juga diingini Weah. Tekadnya waktu itu hanya satu, sukses bersama Milan. Asa yang berusaha diwujudkannya dengan kerja keras. Musim pertama Weah beradaptasi dengan baik. Tipe permainan sepakbola Italia yang terhitung baru buatnya dengan cepat dikuasai. Aksi Weah langsung menyatu dengan permainan klub yang kala itu masih diperkuat nama-nama besar seperti Roberto Donadoni dan Franco Baresi.
Bahkan ketajaman Weah membuahkan 11 gol dimusim pertamanya. Catat, ini jumlah gol terbanyak yang dicetak pemain Milan. Gol yang turut mengantarkan Milan kembali meraih scudetto yang musim sebelumnya gagal dibawa pulang. Weah pun menjadi pahlawan baru di San Siro kandang I Rossoneri.
Prestasi King George tak berhenti sampai disitu. Selama tiga musim, Milan memang puasa gelar. Tapi semangat Weah untuk bisa kembali memberikan gelar membuat motivasi tim juga terangkat. Pada musim 1998-1999, scudetto kembali diraih Milan. Kali ini sumbangan gol Weah memang tak sebanyak musim-musim sebelumnya. Tapi 8 gol yang diukirnya tetap sangat berarti. Ini menjadi scudetto terakhir yang bisa diraih Milan.
Setelah itu Weah hijrah ke Liga Inggris. Tak ada yang surut dari penampilan Weah baik di Chelsea. Performance apiknya tak kenal dengan usianya yang telah menua. Kehebatannya di Chelsea membuatnya makin diakui meski kedatangannya di klub London ini karena Weah tersingkir dari tim inti di Milan. Kedatangan Shevchenko dan Jose Mari membuatnya hengkang ke Negeri Ratu Elizabeth. Lalu Weah pun sempat membela klub Manchester City setengah musim sebelum membela Olimpique Marseille secara penuh dan akhirnya Weah menutup karirnya di klub Al Jazeera.
Nama Weah harum di negeri orang. Meninggalkan banyak penggemar di Perancis, Weah mendapatkan fans baru di Italia. Di Liberia, negara yang menjadi tanah kelahirannya, Weah juga sangat dipuja. Siapa yang tak bangga mengakui pemain sekaliber Weah? Apalagi sebagai pemain bintang, Weah sama sekali tidak pongah.
Uang berlimpah tak hanya dihabiskan untuk keperluan pribadi, tapi juga disumbangkan bagi kepentingan orang banyak. Weah tak hanya seorang dermawan. Beberapa yayasan kemanusiaan di Liberia dan beberapa negara lain rutin disumbangnya. Dia mendirikan George Weah Foundation. Agenda utamanya, membantu korban perang di Liberia.
Sifat pemurah yang mengantarkannya menjadi duta UNICEF. Kegiatan Weah di salah satu badan PBB ini sebagai duta keliling untuk SOS Children’s Village Enneralde, Afrika Selatan.
Jadi jangan heran kalau nama George Weah sangat dipuja. Tak hanya dinegara asalnya, tapi juga dunia !!!!.
@ George Weah in Profile:
Lahir: Monrovia (Liberia), 1 Oktober 1966
Tinggi/ Berat: 1.84m/ 70kg
Posisi: Striker
Karir: Young Survivors (1981-1984), Bongrange Company (1984-1985), Mighty Barrolle Monrovia (1985-1986), Invicibles Eleven (1986-1987), Tonnerre Younde (1987-1988), AS Monaco (1988-1992), Paris Saint-Germain (1992-1995), AC Milan (1995-1999), Chelsea (1999-2000), Manchester City (2000), Olimpique Marseille (2000-2001), Al Jazeera (2001-2002).
Prestasi: Pemain Terbaik Eropa
Pemain Terbaik Dunia FIFA
Scudetto 2 kali (1995-1996 dan 1998-1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar